My Family

Dalam do'a, kuhaturkan segala harapan semoga bisa berjumpa dan berkumpul kembali dalam kebahagiaan hidup di akhirat nan abadi

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

11 November 2016

Tujuan Nikah Bagi Muslim & Ikhtiarnya

"Nikah teh lain ngan sakadar "kawin". Tapi nyiapkeun generasi unggul dina Islam," kitu ceuk Apa waktu masih jumeneng.

Kadinya lengkah "Apa" teh. Matak kaharti mun seug "Apa" nitip sangkan barudak, dina jenjang pendidikanna, minimal kudu nepi ka tingkat Aliyah/Muallimin. Di mana aya kahayang ka sakola "umum", "Apa" teu ngantep. Buru-buru dituduhkeun jeung dijelaskeun, "Lain nanaon, zaman kiwari geus teu siga nu baheula. Godaan hirup geus jul-jol ti mana-mana. Yahudi jeung Nashrani miharep umat Islam jauh tina kaislamanana".

Ieu kudu jadi dasar utama nangtukeun sikep pikeun nyanghareupan syareat nikah dina Islam saluyu jeung harepan "Apa".

  Pernikahan dalam Islam bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan biologis dan pemenuhan psikologis semata. Pernikahan dalam Islam memiliki tujuan-tujuan yang sangat mulia, di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Menyelaraskan kehidupan dengan Sunnatullah 
Dalam al-Quran surat Yaasin ayat 36 disebutkan:

Maha Suci [Allah SWT] yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yaasin [36]: 36)

Sudah menjadi Sunnatullah yang tidak bisa diubah dan digugat oleh siapapun, bahwa Allah SWT menciptakan makhluk-Nya secara berpasang-pasangan. Termasuk manusia sebagai bagian kecil di antara makhluk-makhluk-Nya, diciptakannya pula dengan berpasang-pasangan; ada laki-laki dan ada pula perempuan.
Terciptanya pasangan dalam kehidupan manusia bukan hanya semata-mata ada laki-laki dan perempuan. Tetapi di antara pasangan itu, suatu waktu sesuai takdir yang telah ditetapkan-Nya, akan menyatu dalam sebuah ikatan rumah tangga untuk mewujudkan keselarasan hidup dan keterjagaan 'entitas' manusia di muka bumi ini hingga kiamat datang menjemput.

2) Melaksanakan ibadah dalam hal munakahat
Selain mengiringi Sunnatullah yang berjalan sesuai ketetapan Allah, pernikahan dalam Islam memiliki nilai ibadah tersendiri.

3) Mewujudkan rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, dan penuh Rahmat
Yang sudah jelas, terang dan tersebar dalam paradigma masyarakat muslim, pernikahan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam ayat-Nya yang berbunyi:


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)






13 November 2012

Tantangan Darul Islam

DARUL ISLAM--- Tugas penting dalam mewujudkan sebuah negara menjadi Darul Islam yang segala hukumnya mengacu kepada hukum Islam senantiasa mendapat tantangan dan halangan. Bukan saja dari pihak luar Islam yang pemahamannya terhadap Islam hanya sebatas keilmuan saja (malah kebanyakan karena hawa nafsu dan kecemburuan), bahkan dari pihak kaum muslimin pun kerap menjadi hambatan tersendiri. Makanya menjadi wajar jika kemudian lahir sebuah adagium "Al-Islam Mahjub bil Muslimin". (Islam terhalang kabut oleh kaum muslimin sendiri).

Keadaan ini kemudian dijadikan alat utama oleh kaum kuffar untuk melanjutkan misi mereka dalam menghalangi tegaknya Islam di mana pun Islam nampak perkembangannya.

25 November 2010

Satu Rumah Beda Hari Raya

Perbedaan hari raya Iedul Adha 1431 H kemarin, mengingatkan saya pada ayah dan keluarga.

Sejak masa-masa di Aliyah (Mu'allimin), ketika terjadi perbedaan hari raya, saya suka berbeda dengan ayah dan keluarga. Keluarga biasanya ikut serta kepada ayah. Sesuatu yang memang seharusnya, turut kepada kepala keluarga sebagai nakhoda rumah tangga. Walaupun saat itu, saya berpikiran lain. Tapi, antara saya dan ayah beserta keluarga tetap saling menghargai keyakinan masing-masing. Saya punya landasan, ayah pun tentunya berada di suatu landasan tertentu. Hanya saja, ketika ayah mengeluarkan zakat (termasuk zakat untuk saya), saya biasanya mengeluarkan lagi di tempat lain. Saya berpandangan bahwa zakat adalah ibadah yang sudah ditentukan kadar dan waktunya, apalagi zakat fithri. Pemberian kepada mustahiq, berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari, sangat terbatas waktunya, yakni antara shalat Shubuh hingga dimulainya shalat Ied di lapangan tempat shalat. Karena inilah, saya menentukan sikap lain. Tapi, apa yang dikeluarkan oleh ayah saya, tidak pernah saya meminta agar diambil lagi. "Biarkan itu sebagai shadaqah biasa," kata saya suatu ketika, "mudah-mudahan menjadi amal ibadah bagi Ayah".

Waktu itu, saya memang jarang ada di rumah. Tapi, di waktu-waktu tertentu, saya sering juga mendiskusikannya dengan ayah. Tentu dalam suasana yang nyaman. Orangtua, toch, harus kita hormati. Dari diskusi itulah, saya dapat memahami bahwa titik perbedaan, pada dasarnya, disebabkan karena memiliki sudut pandang yang berbeda. Saya berdasar pada perhitungan hisab, sedangkan Ayah berdasar pada instruksi imamnya.

Beberapa kejadian perbedaan hari raya, saya selalu begitu. Di satu rumah ada dua hari raya. Biasanya ayah dan keluarga lebih dahulu berhari raya. Saat itu, saya jarang ada di rumah.

Setiap kali terjadi perbedaan, saya selalu berdiskusi. Curhat sana, curhat sini. Lama kelamaan, di suatu waktu, saya bertanya, "Pak, kalau saya berhari raya besok karena landasan hisab hasil perhitungan Al-Ustadz A. Ghazali dari Persatuan Islam". "Kalau Bapak?" tanya saya, "Apakah hanya karena instruksi imam, tanpa kita ketahui landasannya secara jelas dan tegas, kemudian kita taat?". Saya mencoba membuka pemikiran. Walaupun ini termasuk ke dalam bingkai ijtihad, saya berpikir bahwa landasan utama jamaah Ayah bukan berdasar ilmu (baik hisab maupun rukyat), tetapi karena masalah politik (NII-RI). Saya terus mendesak agar Ayah bisa memberikan hujjahnya selain dari ketaatan kepada imam. Saya khawatir jika keputusan yang diambilnya ternyata salah, walaupun dalam ajaran Islam "taat kepada pemimpin" memiliki posisi hukum tersendiri.

"Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah Saw pernah bersabda," kata saya, "Tidak ada kewajiban taat (kepada pemimpin) dalam hal maksiat kepada Allah Ta'ala". Saya bawakan hadis ini mengingat hal di atas, yakni landasan ayah adalah semata-mata instruksi imam yang tidak jelas hujjahnya kecuali penafsirannya terhadap istilah dan kedudukan thagut dalam al-Quran. Saya berpikir bahwa apa yang menjadi landasan saya waktu itu tidak ada kaitan dengan posisi "thagut" (dalam istilah jamaah tersebut). "Ini masalah ilmu, bukan masalah taat pada pemerintahan," itulah pemikiran yang muncul dalam benak saya waktu itu.

Saya sebenarnya memiliki peluang besar untuk merubah gaya berpikir dan landasan amal ayah saya. Karena beliau lebih tahu, siapa dan bagaimana perhitungan al-Ustadz A. Ghazali, ahli hisab dari Persatuan Islam itu. Apalagi beliau pernah aktif di Pemuda Persis. Dari obrolan itu saya merasa bahwa keterkaitan dirinya dengan Persis masih kuat. Begitu juga kepercayaannya terhadap landasan yang digunakan oleh Persis masih tertanam dalam jiwanya.

Akhirnya, kira-kira empat tahun sebelum beliau meninggal dunia, saat terjadi lagi perbedaan hari raya, beliau berubah haluan. Seluruh keluarga berhari raya sesuai dengan dasar-dasar perhitungan hisab. Tetapi apa akibat yang diterima oleh ayah dari jamaahnya? Beliau "diasingkan" dan dipandang "menghidupkan" kembali "ajaran" Persis dalam dirinya. Para jamaah pun memandang dengan penuh curiga dan prasangka-prasangka buruk lainnya.

"Pak, mudah-mudahan sikap yang Bapak ambil waktu itu sesuai dengan hakikat dan tujuan syariat, walaupun terasa asing di jamaah sendiri". Allohummaghfir lahu war hamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu........ Amin".


20 Oktober 2010

Amanat ti "Apa": Tujuan Nikah

Nikah teh lain ngan sakadar "kawin". Tapi nyiapkeun generasi unggul dina Islam.

Kadinya lengkah "Apa" teh. Matak kaharti mun seug "Apa" nitip sangkan barudak, dina jenjang pendidikanna, minimal kudu nepi ka tingkat Aliyah/Muallimin. Di mana aya kahayang ka sakola "umum", "Apa" teu ngantep. Buru-buru dituduhkeun jeung dijelaskeun, "Lain nanaon, zaman kiwari geus teu siga nu baheula. Godaan hirup geus jul-jol ti mana-mana. Yahudi jeung Nashrani miharep umat Islam jauh tina kaislamanana".

Ieu kudu jadi dasar utama nangtukeun sikep pikeun nyanghareupan syareat nikah dina Islam.

Ceuk idealna mah, "Apa" pernah nyarita, "Perjuangan Islam di Indonesia teh kacida cocokna mun lengkahna mangrupa lengkah nu sapuk (ed. kesesuaian) antara perjuangan Persis jeung NII (ed. maksudna: NII nu baheula)"


al-Kisah
Ki Lanceuk meunang beja adina geus boga calon pipamajikaneun. Dina bewarana, calon pipamajikaneunna geus boda budak ti salaki nu tiheula jeung pang-pangna mah asa kurang sreg jeung adab-adab Islam. Ki Lanceuk mere pituah, yen nikah teh lain ngan saukur "kawin" sarta lain keur waktu nu sakeudeung. Pidawuh Kangjeng Nabi Saw, "Hiji awewe ditikah lantaran opat perkara; lantaran hartana (beunghar), turunannana (hade indung bapa-na), kageulisannana, jeung lantaran agamana. Pek geura pilih (nu) agamana (hade), maka anjeun bakal bagja".(Muttafaq Alaih)


Ceuk Ki Lanceuk:
Naha pernah kaemut, yen milih istri teh nu sae agamana?"

Jawab Ki Adi:
"Nya, saya ge mikir kadinya. Tapi calon saya rek nurut ka saya. Mudah-mudahan bisa robah 100%. Da ka saya ge kamari-kamari mah kahayangna teh pangmeulikeun mukena jeung al-Quran nu aya latenan. Jalmana ekonomi teu mampu jeung masih perlu bimbingan keneh. Da awal hirupna salah. Sugan saya bisa ngarobah. Calonna geus lila putus asa nyanghareupan hirupna".(jam 13:43:11)

"Calon saya tara kaluar ti imah pisan tisaprak ngalahirkeun budakna. Nu penting bisa nyalametkeun tina kapeurih hate jeung hirupna. Jeung bisa ngarahkeun dirina jeung budakna kanu bener deui. Saya karek sakali nepungan calon teh. Ngan cenah ceuk manehna, dirina asa kaubaran hate sabab kasedih hirupna tos lila disimpen dina hate jeung jadi curahna ka saya.Da saya asa jadi salakina nu diharepkeun tibatan salaki nu samemehna".

"Malah loba nu rek ngadon ngalamar ka kolotna, tapi tara balik deui sabab nu ngalamar manehna dinyeri-hatekeun ku indungna. Nya eta mah pikiran we ketang ku ente, da calon saya mah siap nunggu lila, da ngarti kana penghasilan saya. Malah manehna ngarasa bungah sabab saya geus nyaaheun ka dirina jeung ka budakna. Budakna dititah diajarkeun ngaji ka saya ge, atoheun. Sugan we calon saya ge rajin maca Quran meskipun latenna wungkul ge. Komo mun aya terjemahan eta Quranna, da manehna tos nurut kana kahayang saya jeung geus mulai hideng ngarah dirina bisa robah 100%"
(jam 14:12:00)

Jawab Ki Lanceuk:
Nya upayakeun heula ngarobah dasarna "Fondasi Tabeat/Karakter"-na. Fondasi teu kuat, bangunan rumah tangga gampil runtuh.

Wayahna lengkah jeung tahapan ieu kudu diusahakeun. Mudah-mudahan jadi ganjaran gede keur antum.
(jam 17:25:07)

Selang sapoe ti harita, Ki Adi ngajak ngariung sakulawarga ka Lanceukna.

Ceuk Ki Adi:
"Ki Lanceuk, iraha yeuh urang kumpul ngamusyawarahkeun tentang saya jeung pipamajikaneun di imah? Saya hayang ngobrolkeun nu lebih jelas ka sarerea sabab pipamajikaneun teh embungeun ditinggalkeun jeung embung kaleungitan saya. Saya hari minggu ayeuna nyalse jeung rek pulang heula ka rumah. Mudah-mudahan araya". (12:51:30)

"Ki Lanceuk, ku saya ditunggu di imah poe minggu ayeuna, waktuna sore. Saya rek ngobrolkeun heula tentang pipamajikaneun nu lebih jelas. Mun ku saya tos dijelaskeun, saya butuh pisan pendapat ente kumaha?" (13:04:10)

Ceuk Ki Lanceuk:
"Enya atuh, poe Ahad, ana rek maksakeun ka imah. Da ieu mah penting pisan keur sanghareupeun ente dina nangtukeun sikep".

Ceuk Ki Adi:
"OK. Sip!" (13:38:39)


Ceuk Ki Adi:
"Ki Lanceuk, ieu sms ti pipamajikaneun deui yeuh. Mudah-mudahan ku ente langsung ditelepon. Bejakeun, 'Saya moal ninggalkeun jeung bakal ngalamar manehna'. Ieu sms-na, 'Aa, air mataku terus menetes nggak bisa berhenti. Aku belum siap kalo harus kehilangan kamu. Kenapa, A, semua ini harus terjadi sama kita di saat aku butuh Aa. Aku nggak tau lagi harus kemana berbagi kesedihan ini. Nggak seorang pun yang ngerti. Rasanya, aku nggak kuat lagi dengan semua ini. Mending mati aja aku ini. Aku nggak kuat harus menanggung beban dan kesedihan seorang diri. A, aku nggak sanggup lagi". (15:44:05)

"Langsung telepon manehna ayeuna, sabab sms eta karek katarima. Mun ku ente dibejakeun saya moal jadi suamina, manehna siap bunuh diri 1) jeung keluarga urang bakal nanggung dosa gede. Hampura saya ngaririweuh ente ayeuna". (15:49:36)

1) Tah ieu sikep nu jadi conto, yen pribadina can kuat nyanghareupan kahirupan. Berarti rasa jeung sikep beragamana kurang keneh. Lain su-udhon, ngan jadi pertanyaan, "Ari saumna teh lantaran naon. Ibadah atawa aya sabab nu lainna?".

Jawab Ki Lanceuk:
"Tong waka gurunggusuh, repehkeun heula. Tong waka mere jangji 'nikah', urang teu apal kana takdir. Coba ingetan heula, kawas euweuh Alloh wae. Pan, 'Innalloha ma'ana". (16:02:05)

Ceuk Ki Adi:
"Nya atuh saya ge ngarti ari kadinya mah. Ku sabab HP-na tos teu diaktifkeun, jeung mun seug manehna bener bunuh diri, saya siap jeung ikhlas nanggung dosana sabab teu bisa nyalametkeun atawa ngarepehkeun hatena. Saya ku manehna teh sabenerna mah geus dijadikeun harepan jeung tempat panyalindungan hiji-hijina 2) tina ngubaran kasedih jeung kapeurih hirupna ku sabab sikep indungna. Afwan katsiron". (16:08:49)

2) Teu aya tempat panyalindungan iwal ti ka Alloh. "Wa iyyaka nasta'in".

"Eh enya, manehna geus bogoheun jeung nyaaheun pisan ka saya. Tos ah, saya cape jeung mendingan ngepel. Mun bener-bener bunuh diri ku sabab ditinggalkeun ku saya, obrolan poe minggu teh teu jadi. Lieur oge yeuh. 'Jazakalloh khoiron katsiron" (16:18:35)

"Ki Lanceuk, pikiran ku ente, ieu sms ti manehna bieu. Saya hoream ngajawab, 'Ya, aku bisa bertahan atau bersabar kalo kenyataannya nggak seperti harapan kita berdua. Aa harus gimana aku ini, kalo keluarga Aa tetap nggak bisa merestui kita berdua. Aa, orang lain bisa hidup bersama meski beda keyakinan. Kenapa kita berdua nggak bisa. Cuma beda penampilan aja ko dipermasalahkan 3). Bukankah kebahagiaan kita berdua yang jalani atau yang rasakan. Kenapa, A, susah sekali aku gapai kebahagiaan. Kenapa harus ditebus oleh air mata dan luka di hati. Kenapa mereka nggak merasakan perasaan kita. Kenapa A, semua ini harus menimpa aku yang tulus, sayang, dan cinta sama Aa. Kenapa A? Kenapa?". Mudah-mudahan ieu jadi peer. Keur saya mah panjang lengkah pikeun neang calon istri sejen. Tapi keur manehna asa buntu sabab saya ninggalkeun dirina. Pusing jeung na'udzubillahi min dzalik, saya ancrub dina masalah kieu". (16:34:34)

3) Penampilan teh mangrupakeun gambaran eusi hate. Saur Kangjeng Nabi, "Mun hatena hade, maka jasadna ge hade. Tapi mun hatena ruksak, maka jasadna ge ruksak

"Tos beres ah, manehna sadar diri deui kana katetepan Alloh 4). Saya cape ngarepehkeunna oge". (17:15:06)

4) Katetepan Alloh atawa lantaran lengkah hirup anu teu bisa dirobah? Boa hate geus teuas alahbatan batu.

"Nya ieu masalah teh gogoda jeung ujian keur saya. Ayeuna urusan tos beres. Da eta awewe tos sadar jeung tetep narimakeun secara ikhlas kana kaayaan diri jeung hirupna. Tos, pikiran saya tos ngemplong deui da. Nuhun pisan kana nasehat ti ente". (17:34:33)

Ki Lanceuk:
"Lain ana teu satuju, ente nangtukeun sikep. Ieu mah upaya ana ngalaksanakeun amanat tinu jadi Bapa. "Bujeng-bujeng nu penampilanna teu sesuai jeung adab Islam. Anu rapih ge, ari geus rumah tangga mah teu saperti samemeh nikah". Kadang-kadang ukur jangji dina lisan, buktina mah hese.

"Matak urang obrolkeun heula jeung nu jadi indung. Pan ridhona indung teh jadi bekel dasar keur karaharjaan anakna".
(17:42:58)

Ceuk Ki Adi:
"Nya siap. Saya mah rumasa poek keneh dina urusan ngarumah-tangga nurutkeun Islam teh. Ongkohna, panglobana dikaji teh ngeunaan amal soleh secara ikhlas wungkul. Bodo keneh yeuh ah. Hampura nya tos ngaririweuh". (17:44:22)




08 Oktober 2010

FA'I: HARTA RAMPASAN KETIKA DAMAI


Berita akhir-akhir ini tentang perampokan Bank CIMB Medan, Sumut, yang dikait-kaitkan dengan "Pergerakan Islam" dalam grand issue terorisme, mengingatkanku pada obrolan dengan ayah sewaktu beliau masih semangat-semangatnya berjuang untuk mempertahankan ideologi Negara Islam.

Menurut penuturannya, memang di antara hal yang sering diungkap dalam "Pola Perjuangan" itu adalah soal harta Fa'i. Tetapi sebenarnya, menurut beliau, pengungkapan dan pembahasan tentang term itu banyak diulas setelah keadaan perjuangan "dirasuki" virus-virus pemikiran dari "luar". "Ini sangat mencurigakan," katanya.

Kedudukan Harta Fa'i
Memang jelas, bahwa istilah Fa'i tercantum dalam ayat al-Quran. Tetapi benarkah penerapan yang berlaku pada "orang-orang" yang menjadi pahlawan "kesiangan" di tengah perjuangan ini?

29 November 2009

Semangat Jihad


Sejak muda ayahku aktif dalam kegiatan-kegiatan pemuda muslim. Kabarnya, ia pernah aktif di Pemuda Persatuan Islam. Para pemuda di lingkungannya, ia ajak untuk turut serta dalam kegiatan. Tahun 1978, ia mulai berkenalan dengan gerakan Darul Islam. Bahkan pada tahun 1979, ia pun mengucap bai'at pergerakan yang pembaiatannya dipimpin oleh Pak Rijal, orang jabal (sebutan untuk kaum pergerakan DI saat itu).

Hasil obrolan sewaktu masih ada, nampak jelas semangat jihad dalam pergerakan Islam begitu tinggi. Bahkan semangat itu, kini, menjadi semacam batu pendorong yang paling kuat bagi diriku untuk aktif dalam kegiatan keislaman.

"Ayah, semoga langkahmu bisa menjadi ibrah bagi diriku".

06 Juni 2009

Ayahku: Seorang Mujahid

Ayahku adalah seorang mujahid. Walaupun beliau tidak pernah ke medan jihad dalam arti perang fisik. Tetapi aktivitasnya senantiasa berada di medan jihad. Pada tahun 1979, beliau mulai aktif dengan orang-orang "jabal", sebutan bagi kaum Darul Islam pada masa itu. Beliau berbai'at kepada Pa Rijal.

Ketika mau berbai'at, beliau mengatakan kepadanya, "Pa, saya ini aktif di Pemuda Persis". Jawab Pa Rijal, "Teruskanlah aktif di Pemuda. Kami hanya mengajak untuk bernegara menurut perjuangan Islam kini".

Video

Langganan Artikel Gratis

Dengan mengisi data di sini, sobat akan menerima artikel-artikel baru dari kangyosep.blogspot.com

Masukkan alamat email sobat di sini:

Dipersembahkan oleh: LANGGANAN KAMI